Tuesday, May 28, 2013

Ayok liqo


Pada saat ini, banyak kita temukan hilangnya ruhiyah dan mentalitas seorang pemuda Islam dalam beribadah dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Tidak semangat dalam belajar, malas mudah menghinggapi pemuda jaman sekarang.

Dalam beribadah setengah-setengah, tidak sepenuh hati menjalankan, sholat sering dilalaikan, infaq dan sedeqah tidak optimal dan masih banyak permasalahan generasimuda Isalam yang kita temukan. Jika kita kupas masalah tersebut, maka akan sia-sia, lebih baik kita membahas tentang solusi untuk semua permasalahan tersebut.

Solusinya yaitu ayo mengikuti liqo(halaqoh). Mungkin pembaca bertanya, apa sih itu liqo, kenapa harus liqo, dan bagaimana cara ikut liqo, serta masih banyak pertanyaan yang ada dipikiran pembaca. Oleh karena itu, penulis akan mejelaskan secara singkat tentang liqo, manfaat dan urgensinya untuk kita ikuti.

Liqo merupakan suatu kelompok yang beranggotakan 3 sampai 15 orang yang dipimpin oleh seorang Pembina membahas tentang ilmu agama Islam serta permasalahan yang terjadi sesuai dengan perkembangan jaman. Anggota liqo yang biasa disbut dengan mutarobbi dan Pembina liqo yang biasa disebut dengan murobbi.

Ada juga yang mengartikan liqo adalah tempat menimba ilmu pengetahuan, tidak terkhusus ilmu agama Islam, liqo itu tempat curhat, liqo dapat menyenangkan pikiran dan membahagiakan hati. Dari semua definisi di atas, penulis menyimpulkan, pembaca sudah memahami tentang apa itu liqo.

Liqo merupakan sarana efektif untuk menjalin ukhuwah dan kebersamaan dalam berjama’ah. Jika membaca sejarah panjang perjalanan intelektual para ulama terdahulu, kita akan temukan bahwa halaqoh merupakan media yang demikian masyhur di gunakan oleh mereka untuk menimba ilmu ( tholabul ‘ilmi ) serta mendiskusikannya, seperti Yusuf Qardhawi, Imam Hasan Albana dan Sayid Qutb.

Sesuai dengan perkembangan jaman, kini halaqoh tidak hanya mengkaji ilmu-ilmu keagamaan, namun juga membahas masalah-masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat bahkan pada level negara atau pemerintahan. Dengan frekuanesi pelaksanaan pekanan tentu saja halaqoh menjadi sarana yang efektif dan strategis sebagai media pembinaan aqidah, ibadah, akhlaq serta wawasan dan hubungan ukhuwah diantara sesama. Dari halaqoh ini juga, diharapakan akan terbentuk tashawur (cara pandang) yang benar terhadap islam.

Rasulullah Muhammad SAW ternyata juga liqo, jadi liqo yang kita laksanakan sekarang adalah implementasi dari ajaran Rasulullah kepada kita. Rasulullah juga berkumpul membentuk lingkarang dan mengkaji atau membahas tentang ajaran Isalam kepada para sahabat. Dahulu, Rasulullah liqo di rumah Arqam bin Abil arqam. Dan setelah berkembangnya ajran Islam, Rasullullah dan para sahabt liqo dan halaqoh di dalam masjid. Mari kita simak dulu hadits yang drriwayatkan oleh Muslim.

Ketika beliau keluar, tiba-tiba beliau dapati para sahabat dalam halaqah (lingkaran). Beliau bertanya, “apakah yang mendorong kalian duduk seperti ini?” Mereka menjawab, “Kami duduk berdzikir dan memuji Allah atas hidayah yang Allah berikan sehingga kami memeluk Islam.” Maka Rasulullah bertanya, “Demi Allah, kalian tidak duduk melainkan untuk itu?” Mereka menjawab, “Demi Allah, kami tidak duduk kecuali untuk itu.” Maka beliau bersabda, “Sesungguhnya saya bertanya bukan karena ragu-ragu, tetapi Jibril datang kepadaku memberitahukan bahwa Allah membanggakan kalian di depan para malaikat.”

Dan dalam riwayat lain. “Tidaklah suatu kaum berjumpa di suatu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitabullah, dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi majelisnya, malaikat menaungi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka dengan bangga di depan malaikat-malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Dari kedua hadits di atas, sangat dijelaskan keutaman atau fadhilah kita berhalaqoh atau liqo, yaitu kita akan diberikan rahmat dan naugan oleh Allah, serta Allah menyebut-nyebut kita dengan bangga di depan para malaikat-Nya. Sungguh luar biasa keutamaan dalan liqo, tidak ada majelis ilmu lain yang dibicarakan seperti hadits di atas.

Di dalam majelis/perkumpulan lainnya, jarang yang akan di berikan rahmat dan naugan dari Allah. Jika keberadaan halaqoh secara masif kita jumpai dimana-mana, maka akan muncul kader-kader islami yang InsyaAllah akan menuju perubahan yang lebih baik. Karena dengan halaqoh ini proses pembentukan umat yang islami akan mengalami akselarasi, hingga Insya Allah umat yang benar-benar Islami akan menjadi kenyataan dalam waktu yang lebih cepat.

Namun, dalam perjalanannya kita akan temukan berbagai macam masalah maupun kendala terkait dengan kondisi yang ada dalam halaqoh. Halaqoh yang sebelumnya terasa menyenangkan berujung dalam suasana yg hambar. Suasana halaqoh yg terkesan kaku, dan tidak berkembang.

Peserta halaqoh ( mutarobbi) merasa jemu dan bosan karena mendapatkan materi yg itu-itu saja. Rasa malas menghinggapi murobbi dan mutarobbi. Jasadnya ada di dalam halaqoh namun ruh dan fikirannya melayang entah kemana. Hadir hanya sekedar untuk menunaikan kewajaiban, bukan sebuah kebutuhan. Ukhuwah, ta’aruf, ta’awun, tafahum hanya sekedar materi yang tertulis dalam buku catatan tanpa ada realisasi di lapangan. Dan permasalahan-permasalahan lainnya yang semuanya berujung pada ke tidak produktifan halaqoh. Halaqoh ideal yang dulu dibayangkan akhirnya buyar, hanya ada dalam angan-angan.

Hal ini terjadi –salah satunya- karena semua unsur yang ada didalam halaqoh baik murobbi dan mutarobi td memahami atau belum memahami pentingnya halaqoh baik secara khusus maupun umum.

 Sebagaimana di ungkapkan oleh syaikh Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya, tujuan -umum maupun khusus- sebuah halaqoh adalah sbb:

1. Halaqoh merupakan tahapan awal yaitu perubahan individu ( islah al – fard) dari beberapa tingkatan amal selanjutnya. Tahapan awal ini adalah membentuk kepribadian muslim ( as sakhsiyyah al islamiyah ), dg mewujudkan berbagai aspek yg dpt membangun kepribadian islami seutuhnya baik dari aspek aqidah, ibadah, akhlaq, tsaqofah, dll — ingat 10 muwashofat tarbiyah.
2. Mengukuhkan makna ukhuwah dalam diri mutarobbi, karena dia adalah ukhuwah krn Allah, karena islam dan semangat berwasiat dlm kebenaran dan kesabaran.
3. Melatih diri untuk mengemukakan pendapat secara bebas, mau mendengarkan pendapat orang lain dengan lapang dada serta pikiran yg terbuka, serta mendiskusikannya shg menjadi jelas kebenarannya. Dengan tidak meninggalkan adab-adab dalam halaqoh.
4. Mengembangkan potensi –yg dimiliki setiap mutarobbi- serta mengarahkan nya dalam program-program amal yang bermanfaat bagi umat.
5. Memperdayakan tarbiyah dzatiyah pd masing-masing muttarobi, dengan asumsi bahwa dirinyalah yg paling tahu dg kondisi -ruhiyah, psikologis, akhlaq- masing-masing.
6. Bekerja sama dan saling tolong menolong ( ta’awun ) dalam memecahkan setiap permasalahan baik permasalahan pribadi maupun permasalahan umat.

Jika semua unsur yang terlibat dalam halaqoh memahami serta menjalankan tujuan khusus dan umum dari halaqoh, InsyaAllah halaqoh akan menjadi hidup, adinya bosan dan menjemukan tentunya akan menjadi halaqoh yg produktif.

Namun demikian, hal ini tidak akan tercapai jika tidak ada kesadaran dari semua unsur halaqoh. Bahwa halaqoh tidak hanya menjadi tanggung jawab murobbi, melainkan juga menjadi tanggung semua unsur yg terlibat di dalam halaqoh, yaitu murobbi dan mutarobbi. Selain itu juga dibutuhkan, komitmen -murrobi dan mutarobbi- untuk menjalankan semua aktivitas amal atau program yang sudah disepekati bersama dalam agenda-agenda halaqoh.

sumber : final result

No comments:

Post a Comment